SISTEM HUKUM
Sistem Hukum merupakan
keseluruhan elemen-elemen dan aspek yang membangun serta menggerakkan
hukum sebagai sebuah pranata dalam kehidupan bermasyarakat. Di dunia ini
terdapat berbagai macam sistem hukum yang diterapkan oleh berbagai negara, namun di kalangan civitas akademika kita hanya diakrabkan dengan 2 (dua) sistem hukum yang banyak mempengaruhi sistem hukum sebagian besar negara-negara di dunia. Sistem hukum tersebut adalah sistem hukum eropa kontinental dan sistem hukum anglo saxon.
Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum eropa kontinental banyak
dianut dan dikembangkan di negara-negara eropa. Sistem hukum eropa
kontinental biasa disebut dengan istilah “Civil Law” atau yang disebut
juga sebagai “Hukum Romawi”. Sistem hukum ini disebut sebagai hukum
romawi karena sistem hukum eropa kontinental memang bersumber dari
kodifikasi hukum yang digunakan pada masa kekaisaran romawi tepatnya
pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus yang memerintah romawi pada
sekitar abad ke-5 antara 527 sampai dengan 565 M.
Kodifikasi hukum tersebut merupakan
kumpulan berbagai kaidah atau peraturan hukum yang telah ada sebelumnya
yang dikenal dengan sebutan “Corpus Juris Civilis” atau peraturan hukum
yang terkodifikasi. Dalam sistem hukum eropa kontinental, hukum memliki
kekuasaan yang mengikat karena hukum yang terdiri dari kaidah atau
peraturan-peraturan tersebut telah disusun secara sistematis dan
dikodifikasi (dibukukan).
Hal yang mendasar dalam sistem hukum
eropa kontinental adalah kepastian hukum merupakan tujuan hukum, dimana
tujuan hukum tersebut hanya dapat diwujudkan apabila segala interaksi
dan perilaku manusia dalam masyarakat diatur dengan peraturan yang
tertulis. Dalam sistem hukum eropa kontinental dikenal adagium yang
berbunyi bahwa tidak ada hukum selain undang-undang atau dengan kata
lain bahwa hukum merupakan undang-undang itu sendiri.
Dalam sistem hukum eropa kontinental
tidak dikenal adanya yurisprudensi yang menjadi ciri sistem hukum anglo
saxon. Putusan hakim hanya berlaku dan mengikat pihak-pihak yang
bersengketa saja atau pada satu kasus tertentu dan tidak dapat mengikat
umum atau dijadikan sebagai dasar untuk memutus perkara lainnya yang
serupa. Dalam hal ini hakim hanya berperan sebagai pembuat keputusan
sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan penafsirannya terhadap
peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem hukum eropa kontinental mengenal 3 (tiga) sumber hukum antara lain:
- Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga legislatif atau Statutes;
- Peraturan-peraturan hukum;
- Kebiasaan-kebiasaan yang telah hidup dalam masyarakat dan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan dapat diterima sebagai hukum oleh masyarakat.
Sistem Hukum Anglo Saxon
Sistem
hukum anglo saxon merupakan sistem hukum yang pada awalnya berkembang
di negara inggris. Sistem hukum anglo saxon juga dikenal dengan istilah
“common law” atau “Unwritten Law” atau hukum yang tidak tertulis. Sistem
hukum anglo saxon banyak dianut oleh negara-negara yang menjadi anggota
persemakmuran inggris, amerika serikat, kanada dan amerika utara.
Dalam sistem hukum anglo saxon dikenal
istilah yurisprudensi atau “judicial decisions” dimana putusan hakim dan
atau pengadilan dapat mengikat umum.
Hukum atau peraturan perundang-undangan
dalam sistem hukum anglo saxon tidak tersusun secara sistematis dalam
sebuah kodifikasi sebagaimana yang dapat kita temukan dalam sistem hukum
eropa kontinental. Namun kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan peraturan
hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan
administrasi negara juga diakui karena terbentuknya kebiasaan dan
peraturan tertulis pada dasarnya bersumber dari putusan-putusan
pengadilan.
Dalam sistem hukum anglo saxon hakim
memiliki kewenangan yang lebih besar karena tidak hanya bertugas
menafsirkan dan menetapkan peraturan-peraturan hukum, namun juga
berperan besar dalam menciptakan peraturan hukum atau kaidah hukum yang
dapat mengatur tata kehidupan masyarakat. Putusan dari seorang hakim
dapat berfungsi sebagai pegangan bagi hakim lainnya dalam memutuskan
perkara yang serupa atau sejenis. Oleh karena itulah, sehingga dalam
sistem hukum anglo saxon, hakim juga terikat dalam prinsip hukum putusan
pengadilan yang sudah ada sebelumnya dari perkara-perkara yang sejenis
atau sama. Asas ini dikenal dengan sebutan asas “doctrine of
precedent”.
Hal tersebut diatas tentu saja tidak
berlaku bagi hakim yang akan memutus perkara yang belum pernah ditemukan
sebelumnya. Bila hal itu terjadi, maka hakim dapat menggunakan metode
penafsiran hukum untuk membuat putusan berdasarkan prinsip kebenaran dan
akal sehatnya. Mungkin inilah sebabnya sehingga sistem hukum ini sering
juga disebut sebagai “Case Law”.
Pengertian Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. hukum adat lebih sering diidentikkan dengan kebiasaan atau kebudayaan masyarakat setempat di suatu daerah. Mungkin belum banyak masyarakat umum yang mengetahui bahwa hukum adat telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia, sehingga pengertian hukum adat juga telah lama menjadi kajian dari para ahli hukum. Pengertian hukum adat dewasa ini sangat mudah kita jumpai di berbagai buku dan artikel yang ditulis oleh para ahli hukum di tanah air.
Secara histori, hukum yang ada di negara Indonesia berasal dari 2 sumber, yakni hukum yang dibawa oleh orang asing (belanda) dan hukum yang lahir dan tumbuh di Negara Indonesia itu sendiri. Mr. C. Vollenhoven adalah seorang peneliti yang kemudian berhasil membuktikan bahwa negara Indonesia juga memiliki hukum pribadi asli.
Sistem Hukum Islam di Indonesia
Fakta ini tidak terlepas dari sejarah masuk dan berkembangnya berbagai agama dan kepercayaan di Indonesia sejak berdirinya negara Nusantara I Sriwijaya, negara Nusantara II Majapahit, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebelum kemerdekaan, setelah kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, masa reformasi, dan hingga saat ini.
Boleh dikatakan penyebaran Islam di Indonesia hampir sebagian besar merupakan andil dan peran para pedagang. Mereka yang berstatus sebagai pedagang itu ada yang dianggap sebagi wali (Wali Sanga) oleh masyarakat di Pulau Jawa. Dalam menjalankan misinya mendakwahkan Islam, tak jarang para wali menerapkan strategi dakwah melalui unsur-unsur budaya masyarakat tempatan.
Ini dapat dilihat dari seni yang merupakan akulturasi nilai-nilai Islam dan budaya Jawa, misalnya wayang, penggunaan bedug, seni arsitektur masjid, perayaan keagamaan, dan sebagainya.
Perkembangan terbentuknya negara Indonesia dan tatanan kenegaraanya itu, jika dilihat dari sisi pengaturan kehidupan beragama warga negaranya, Indonesia dikatakan bukan sebagai negara agama (teokrasi) dan bukan pula negara sekuler – oleh Gus Dur dikatakan sebagai “negara yang bukan-bukan”.
Indonesia dikatakan bukan sebagai negara agama (teokrasi) yang berdasar penyelenggaraan negara pada agama tertentu saja, karena negara tidak campur tangan terhadap tata cara pengamalan, ritual masing-masing agama. Yang diatur adalah administrasi setiap agama yang ada di Indonesia sehingga dalam menjalankan kegiatan agama dan keagamaan tidak berbenturan dan mengganggu agama lain.
Di sinilah pentingnya menjaga dan membangun Kerukunan Umat Beragama sebagai salah satu tugas Negara untuk melindungi setiap warganya dalam memeluk agama dan beribadat menurut kepercayaannya.
Indonesia juga bukan negara sekuler apalagi negara atheis, karena negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tercantum dalam Sila Pertama Pancasila dan pasal 29 UUD 1945 ini, tidak membenarkan warga negaranya hidup tanpa memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam konstelasi sistem hukum dunia atau sistem hukum utama (major legal system), hukum Islam (Islamic Law) diakui dalam masyarakat Internasional di antara hukum hukum lainnya seperti Hukum Sipil (Civil Law), Hukum Kebiasan Umum (Common Law), Hukum Sosilis (Socialist Law), Sub-Saharan Africa, dan Far East.